GINGIVITIS
A. Tinjauan Pustaka
1.
Gingiva
a. Pengertian Gingiva
Gingiva
ialah bagian dari mukosa mulut yang menutupi mahkota gigi yang tidak tumbuh dan
mengelilingi leher gigi yang sudah tumbuh, berfungsi sebagai struktur penunjang
untuk jaringan di dekatnya. Gingiva dibentuk oleh jaringan berwarna merah muda
pucat yang melekat dengan kokoh pada tulang dan gigi, yang mukosa alveolar
menyambung dengan mukogingival. Dalam istilah awam disebut gusi (Karim, C.A.A.
dkk., 2013).
b. Anatomi Gingiva
1.
Mukosa Alveolar
Mukosa alveolar
adalah suatu mukoperiosteum yang melekat erat dengan tulang alveolar di
bawahnya. Mukosa alveolar terpisah dari periosteum melalui perantara jaringan
ikat longgar yang sangat vaskular sehingga umumnya berwarna merah tua.
2.
Pertautan Mukogingiva
Pertautan
mukogingiva atau mucogingival junction adalah
pemisah antara perlekatan gingiva dengan mukosa alveolar.
3.
Perlekatan Gingiva
Perlekatan
gingiva atau attached gingiva meluas
dari alur gingiva bebas ke pertautan mukogingiva yang akan bertemu dengan
mukosa alveolar. Permukaan attached
gingiva berwarna merah muda dan mempunyai stippling yang mirip seperti kulit jeruk.
Lebar attached gingiva bervariasi dari 0-9 mm.
Attached gingiva biasanya tersempit
pada daerah kaninus dan premolar bawah dan terlebar pada daerah insisivus (3-5
mm).
4.
Alur
Gingiva Bebas
Alur gingiva
bebas atau free gingival groove dengan
batas dari permukaan tepi gingiva yang halus dan membentuk lekukan sedalam 1-2
mm di sekitar leher gigi dan eksternal leher gingiva yang mempunyai kedalaman
0-2 mm.
5.
Interdental gingiva
Interdental gingiva atau gingiva interdental adalah gingiva antara gigi-geligi yang
umumnya konkaf dan membentuk lajur yang menghubungkan papila labial dan papila
lingual. Epitelium lajur biasanya sangat tipis, tidak keratinisasi dan
terbentuk hanya dari beberapa lapis sel.
Daerah
interdental berperan sangat penting karena merupakan daerah pertahanan bakteri
yang paling persisten dan strukturnya menyebabkan daerah ini sangat peka yang
biasanya timbul lesi awal pada gingivitis.
c. Gambaran klinis gingiva
Gambaran klinis gingiva normal yaitu :
1. Warna gingiva
Warna gingiva
normal umunya berwarna merah jambu (coral pink). Hal ini disebabkan oleh
adanya pasokan darah, tebal dan derajat lapisan keratin epitelium serta sel-sel
pigmen. Warna ini berpariasi untuk setiap orang dan erat hungungannya dengan
pigmentasi kutaneous.
2. Besar gingiva
Besar gingiva
ditentukan oleh jumlah elemen seluler, intra seluler, dan pasokan darah.
Perubahan gingiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada penyakit
periodontal.
3. Kontur gingiva
Kontur dan besar
gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan susunan gigi
geligi pada lengkungannya, lokalisasi dan luas area kontak proksimal dan
dimensi embrasure gingiva oral maupun vestibular. Papila interdental
menutupi bagian interdental sehingga tampak lancip
4. Konsistensi gingiva
Gingiva melekat
erat ke struktur di bawahnya dan tidak mempunyai lapisan submukosa sehingga
gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.
5. Tekstur gingiva
Permukaan
gingiva cekat berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Bintik-bintik ini disebut stipling.
Stipling akan terlihat jelas jika permukaan gingiva dikeringkan. Stipling
ini bervariasi dari individu yang lain dan pada permukaan yang berbeda pada
mulut yang sama. Stipling akan lebih jelas terlihat pada permukaan yang berbeda
pada mulut yang sama. Stipling akan lebih jelas terlihat pada permukaan
vestibulum di bandingkan permukaan oral. Stipling terjadi karena
proyeksi lapisan papilar lamina propuria, yang mendorong epitel menjadi
tojolan-tonjolan bulat yang berselang-seling dalam pelekukan epitel.
6. Kecenderungan pendrahan pada palpasi atau probing
dengan tekanan lembut. Gingiva yang sehat tidak akan berdarah pada saat sonde
(probe) periodontal dimasukkan ke dalam sulkus dengan hati-hati, atau bila
gingiva bebas dipalpasi degan jari.
2.
Gingivitis
Menurut Carranza (cit. Riyanti, 2008),
gingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan merupakan
respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung. Faktor lokal penyebab
gingivitis adalah akumulasi plak mikroba yang terakumulasi pada atau dekat
sulkus gingiva.
Plak merupakan sisa makanan yang terdeposit lunak dan
menempel pada permukaan gigi, yang terdiri dari berbagai macam mikroorganisme
dan berkembang biak dalam matrik interseluler, karena kebersihan mulut yang
tidak terjaga. Plak gigi sebagian besar terdiri dari air dan berbagai macam
mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks interseluler yang
terdiri atas polisakarida ekstraseluler dan protein saliva. Sekitar 80% dari
berat plak adalah air, sementara jumlah mikroorganisme kurang lebih 250 juta
per mg berat basah. Selain terdiri atas mikroorganisme, juga terdapat sel-sel
epitel lepas, leukosit, partikel-partikel sisa makanan, garam anorganik yang
terutama terdiri atas kalsium, fosfat dan fluor (Putri, 2010).
a. Karakteristik
Gingivitis
Karakteristik gingivitis menurut Manson & Eley (1993)
adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Warna Gingiva
Tanda
klinis dari peradangan gingiva adalah perubahan warna. Warna gingiva ditentukan
oleh beberapa faktor termasuk jumlah dan ukuran pembuluh darah, ketebalan
epitel, keratinisasi dan pigmen di dalam epitel. Gingiva menjadi memerah ketika
vaskularisasi meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau
menghilang. Warna merah atau merah kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi
disebabkan adanya peradangan gingiva kronis. Pembuluh darah vena akan
memberikan kontribusi menjadi warna kebiruan. Perubahan warna gingiva akan
memberikan kontribusi pada proses peradangan. Perubahan warna terjadi pada
papila interdental dan margin gingiva yang menyebar pada attached gingiva.
2. Perubahan Konsistensi
Kondisi
kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada konsistensi gingiva normal
yang kaku dan tegas. Pada kondisi gingivitis kronis terjadi perubahan
destruktif atau edema dan reparatif atau fibrous secara bersamaan serta
konsistensi gingiva ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan.
3. Perubahan Klinis dan Histopatologis
Gingivitis
terjadi perubahan histopatologis yang menyebabkan perdarahan gingiva akibat
vasodilatasi, pelebaran kapiler dan penipisan atau ulserasi epitel. Kondisi
tersebut disebabkan karena kapiler melebar yang menjadi lebih dekat ke
permukaan, menipis dan epitelium kurang protektif sehingga dapat menyebabkan
ruptur pada kapiler dan perdarahan gingiva.
4. Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva
Tekstur
permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa disebut sebagai stippling.
Stippling terdapat pada daerah subpapila dan terbatas pada attached
gingiva secara dominan, tetapi meluas sampai ke papila interdental.
Tekstur
permukaan gingiva ketika terjadi peradangan kronis adalah halus, mengkilap dan
kaku yang dihasilkan oleh atropi epitel tergantung pada perubahan eksudatif
atau fibrotik. Pertumbuhan gingiva secara berlebih akibat obat dan
hiperkeratosis dengan tekstur kasar akan menghasilkan permukaan yang berbentuk
nodular pada gingiva.
5. Perubahan Posisi Gingiva
Adanya
lesi pada gingiva merupakan salah satu gambaran pada gingivitis. Lesi yang
paling umum pada mulut merupakan lesi traumatik seperti lesi akibat kimia,
fisik dan termal. Lesi akibat kimia termasuk karena aspirin, hidrogen
peroksida, perak nitrat, fenol dan bahan endodontik. Lesi karena fisik termasuk
tergigit, tindik pada lidah dan cara menggosok gigi yang salah yang dapat
menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena termal dapat berasal dari makanan dan
minuman yang panas.
Gambaran
umum pada kasus gingivitis akut adalah epitelium yang nekrotik, erosi atau
ulserasi dan eritema, sedangkan pada kasus gingivitis kronis terjadi dalam
bentuk resesi gingiva.
6. Perubahan Kontur gingiva
Perubahan
pada kontur gingiva berhubungan dengan peradangan gingiva atau gingivitis
tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada kondisi yang lain.
Peradangan
gingiva terjadi resesi ke apikal menyebabkan celah menjadi lebih lebar dan
meluas ke permukaan akar. Penebalan pada gingiva yang diamati pada gigi kaninus
ketika resesi telah mencapai mucogingival junction disebut sebagai
istilah McCall festoon.
Menurut Rosad (2008) klasifikasi gingivitis berdasarkan keparahannya dibedakan
menjadi 2:
1 . Gingivitis Akut
Gambaran klinis pada gingivitis akut adalah pembengkakan yang berasal
dari peradangan akut dan gingiva yang lunak. Debris yang berwarna keabu-abuan
dengan pembentukan membran yang terdiri dari bakteri, leukosit polimorfonuklear
dan degenarasi epitel fibrous.
Pada gingivitis akut terjadi pembentukan vesikel dengan edema
interseluler dan intraseluler dengan degenarasi nukleus dan sitoplasma serta
rupture dinding sel.
2. Gingivitis Kronis
Gambaran gingivitis kronis adalah pembengkakan lunak yang dapat membentuk
cekungan sewaktu ditekan yang terlihat infiltrasi cairan dan eksudat pada
peradangan. Pada saat dilakukan probing terjadi perdarahan dan permukaan
gingiva tampak kemerahan.
Degenerasi jaringan konektif dan epitel dapat memicu peradangan dan
perubahan pada jaringan tersebut. Jaringan konektif yang mengalami pembengkakan
dan peradangan sehingga meluas sampai ke permukaan jaringan epitel. Penebalan
epitel, edema dan invasi leukosit dipisahkan oleh daerah yang mengalami elongasi
terhadap jaringan konektif.
Konsistensi kaku dan kasar dalam mikroskopis nampak fibrosis dan
proliferasi epitel adalah akibat dari peradangan kronis yang berkepanjangan.
c. Faktor Etiologi Gingivitis
Menurut Manson & Eley (1993) gingivitis disebabkan oleh faktor primer
dan faktor sekunder. Faktor primer dari gingivitis adalah plak. Plak gigi
adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk kepermukaan gigi atau
permukaan jaringan keras di rongga mulut (Daliemunthe, 2008).
Plak gigi mengalami perkembangan pada permukaan gigi dan membentuk bagian
pertahanan bakteri di dalam rongga mulut. Penggunaan antibiotik yang
berspektrum luas secara berkepanjangan adalah salah satu contohnya. Kondisi
tersebut dapat terjadi pertumbuhan mikroorganisme secara berlebihan khususnya
jamur dan bakteri (Daliemunthe, 2008).
Plak gigi tidak dapat dibersihkan hanya dengan berkumur ataupun semprotan
air, tetapi dapat dibersihkan secara sempurna dengan cara mekanis. Plak
gigi tidak dapat terlihat jika jumlahnya sedikit kecuali diberi dengan larutan
disklosing atau sudah mengalami diskolorisasi oleh pigmen- pigmen yang berada dalam rongga mulut. Plak gigi akan
terlihat berwarna abu-abu, abu-abu kekuningan dan kuning jika terjadi
penumpukan (Daliemunthe, 2008).
Lapisan plak pada peradangan gingiva memiliki ketebalan 400 μm.
Peradangan gingiva berhubungan dengan akumulasi plak di sekitar marginal
gingiva. Kondisi ini menyebabkan perubahan komposisi plak dari mikroflora streptococci menjadi Actinomyces spp. Selama perkembangan
gingivitis, mikroflora mengalami peningkatan pada jumlah spesies. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa terjadi peningkatan mikroba Fusobacterium nucleatum, P.
Intermedia, Capnocytophaga spp., Eubacterium spp. dan spirochete pada gingiva yang mengalami
peradangan (Daliemunthe, 2008).
Menurut Manson & Eley (1993) faktor sekunder dibagi menjadi 2, yaitu
faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal pada lingkungan gingiva
merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak yang menghalangi pembersihan
plak. Faktor-faktor tersebut adalah restorasi gagal, kavitas karies, tumpukan
sisa makanan, gigi tiruan sebagian lepasan yang desainnya tidak baik, pesawat
orthodonti, susunan gigi-geligi yang tidak teratur, merokok tembakau dan
mikroorganisme. Faktor lokal tersebut merupakan proses mulainya peradangan
gingiva. Lang NP. et al., (2008)
menyatakan bahwa apabila gigi geligi dibersihkan dengan interval 48 jam tidak
akan terjadi gingivitis, tetapi apabila pembersihan gigi geligi ditunda sampai
72 jam akan terjadi inflamasi gingiva.
Faktor sekunder gingivitis yang kedua adalah faktor sistemik. Faktor
sistemik dapat memodifikasi respons gingiva terhadap iritasi lokal (Manson
& Eley, 1993).
Faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan,
misalnya:
3. Faktor Genetik
Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat
pada Hereditary gingival fibromatosis dan
beberapa kelainan mukokutaneus yang bermanifestasi sebagai peradangan gingiva. Hereditary gingival fibromatosis (HGF)
adalah suatu keadaan yang tidak biasa yang ditandai oleh diffuse gingival enlargement, kadang-kadang menutupi sebagian besar
permukaan atau seluruh gigi. Peradangan timbul tanpa tergantung dari
pengangkatan plak secara efektif.
Macam-macam lesi yang dapat mempengaruhi adalah lichen planus, pemphigoid, pemphigus
vulgaris dan erythema multiforme. Hyperplasia gingiva dapat berasal dari
faktor genetik. Hyperplasia gingiva (sinonim dengan gingival overgrowth, gingival fibromatosis) dapat terjadi sebagai
efek dari pengobatan sistemik seperti phenytoin,
sodium valproate, cyclosporine dan dihydropyridines.
Peradangan tergantung pada perluasan plak.
4. Faktor Nutrisional
Secara teoritis defisiensi dari nutrien utama dapat mempengaruhi keadaan gingiva
dan daya tahannya terhadap iritasi plak, tetapi karena saling ketergantungan
berbagai elemen diet yang seimbang, sangatlah sulit untuk mendefinisikan akibat
defisiensi spesifik pada seorang manusia.
Peradangan gingiva karena malnutrisi ditandai dengan gingiva tampak
bengkak, berwarna merah terang karena defisiensi vitamin C. Kekurangan vitamin
C mempengaruhi fungsi imun sehingga menurunkan kemampuan untuk melindungi diri
dari produk-produk seluler tubuh berupa radikal oksigen.
5. Faktor Hormonal
Perubahan hormon endokrin berlangsung semasa pubertas, kehamilan,
menopouse dan diabetes. Keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan
gingiva yang merubah respons terhadap produk- produk plak.
Insidens gingivitis pada masa pubertas mencapai puncaknya dan tetap
terjadi walaupun dilakukan kontrol plak. Penemuan Sutclife menyatakan bahwa
peningkatan keparahan gingivitis tidak berhubungan dengan meningkatnya deposit
plak. Jaringan lunak di dalam rongga mulut pada masa pubertas terjadi inflamasi
yang bereaksi lebih hebat terhadap jumlah plak yang tidak terlalu besar yang
diikuti dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Setelah melewati masa
pubertas keparahan inflamasi gingiva cenderung berkurang (Jeffrey et al.,
2011).
6. Faktor Hematologi
Penyakit darah tidak menyebabkan gingivitis, tetapi dapat menimbulkan
perubahan jaringan yang merubah respons jaringan terhadap plak. Penyakit
hematologi yang menyebabkan perdarahan gingiva, diantaranya adalah anemia,
leukemia dan leukopenia (Manson & Eley, 1993).
Presentase epitel jaringan ikat gingiva yang terkena radang mengalami
perdarahan lebih besar bila dibandingkan dengan gingiva yang tidak mengalami
perdarahan. Perdarahan pada gingiva adalah sejalan dengan perubahan
histopatologis yang terjadi pada jaringan ikat periodonsium.
d. Indeks Gingiva
Menentukan derajat inflamasi gingiva atau gingivitis dipakai indeks
gingiva yang diperkenalkan oleh Loe dan Silness. Pengukuran dilakukan pada gigi
indeks 16, 12, 24, 36, 32, 44. Jaringan sekitar tiap gigi dibagi ke dalam empat
unit penilaian gingiva, papila distal-labial, margin gingiva labial, papila
mesial-labial dan margin gingiva lingual keseluruhan. (Daliemunthe, 2008).
Tabel 1. Kriteria Penilaian Pemeriksaan Gingiva
No
|
Kriteria
|
Nilai
|
1.
|
Gingiva
sehat
|
0
|
2.
|
Inflamasi gingiva ringan, gingiva yang ditandai dengan perubahan warna,
sedikit edema, pada palpasi tidak terjadi perdarahan
|
1
|
3.
|
Inflamasi
gingiva sedang, gingiva berwarna merah, edema dan mengkilat, pada palpasi
terjadi perdarahan
|
2
|
4.
|
Inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah menyolok, edema,
terjadi ulserasi, gingiva cenderung berdarah spontan.
|
3
|
Skor setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor keempat sisi yang diperiksa, lalu dibagi dengan empat
(jumlah sisi yang diperiksa). Jumlah skor semua gigi yang diperiksa dibagi
dengan jumlah gigi yang diperiksa maka diperoleh skor indeks gingiva.
Gingival indeks (GI) adalah
derajat keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukam dari skor
indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Skor Indeks Gingiva
Skor Indeks gingival
|
Kondisi
Gingiva
|
0,1 – 1,0
|
Gingivitis
Ringan
|
1,1 – 2,0
|
Gingivitis
Sedang
|
2,1 – 3,0
|
Gingivitis
Parah
|
(Jeffrey et al., 2011)
0 komentar:
Posting Komentar