Kamis, 24 Oktober 2019




PULPITIS HIPERPLASTIKA 

 A.  Pengertian Pulpa
Pulpa adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Jaringan ini adalah jaringan pembentuk, penyokong, dan merupakan bagian integral dari dentin yang mengelilinginya. Penyakit pulpa dapat terjadi  karena suatu iritan yang dapat menyebabkan suatu inflamasi. Terdapat berbagai  iritan yang dapat menyebabkan inflamasi pada pulpa salah satunya yaitu mikroorganisme. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam pulpa dengan  tiga cara: Pertama, invasi langsung melalui dentin, seperti karies, fraktur mahkota atau akar, terbukanya pulpa  pada waktu preparasi kavitas, atrisi, abrasi,  erosi atau retak pada mahkota. Kedua, invasi melalui pembuluh darah atau  limfatik terbuka yang ada hubungannya dengan  penyakit periodontal,  suatu kanal aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau scaling gigi-gigi. Ketiga, invasi melalui darah, misalnya selama penyakit infeksius atau bakteremia transient.
1.    Mekanisme Patogenesis Terjadinya Penyakit Pulpa
Mekanisme patogenesis terjadinya pulpa diawali dengan bakteri yang menginfeksi gigi. Ketika terdapat akses ke pulpa, metabolit bakteri dan komponen dinding sel menyebabkan inflamasi. Pada lesi awal hingga lesi sedang, produk asam dari proses karies  berperan secara tidak
langsung dengan mengurai matriks dentin, yang akan menimbulkan  pelepasan  molekul bioaktif untuk dentinogenesis (pembentukan dentin tersier).  Pemberian  protein matriks dentin pada dentin atau pulpa yang terbuka dapat menstimulasi pembentukan dentin tersier. Selain itu, terdapat beberapa molekul lain yang dapat menstimulasi dentinogenesis reparative,  yaitu heparin-binding growth factor, transforming growth factor (TGF)- β1, TGF -β3, insulin - like growth factors (IGF)-1 dan -2, growth factor yang berasal dari platelet, dan angiogenic growth factor. Meskipun begitu, pembentukan dentin tersier ini bukanlah reaksi pertama dan bukan  pertahanan yang paling efektif melawan bakteri patogen yang menginvasi. Kombinasi dari  peningkatan pengendapan dentin intratubuler dan pengendapan secara langsung kristal mineral ke tubulus dentin untuk mengurangi permeabilitas dentin merupakan perlawanan  pertama terhadap  karies, yang disebut dentin sklerosis. Penurunan permeabilitas dentin ini terjadi dalam waktu yang singkat. Yang berperan penting dalam peningkatan pengendapan dalam dentin intratubuler adalah TGF-β1.
pulpa. CD11+ ditemukan dalam pulpa atau dentin border dan ke pit dan fisur. F4/80+ terdapat pada ruang perivascular dalam zona subodontoblas dan  pulpa dalam. Sel dendrit mungkin memainkan peran dalam diferensiasi  odontoblas dan/atau aktivitas dalam pertahanan imun serta dentinogenesis. Pulpal Schwann sel juga menghasilkan molekul sebagai respon terhadap  karies, yang menunjukkan kemampuan mengenali antigen. Odontoblas juga mempunyai peran dalam respon imun humoral terhadap karies. IgG, IgM,  dan IgA ditempatkan dalam sitoplasma dan sel memproses odontoblas dalam dentin yang mengalami karies, menunjukkan bahwa sel ini secara  aktif mengirim antibody ke tempat infeksi. Mediator neurogenik terlibat dalam respon pulpa terhadap iritan dan mereka dapat menengahi patologi seperti respon penyembuhan. Substansi P, calcitonin gene-related  peptide (CGRP), neurokinin A (NKA), NKY, dan vasoactive intestinal peptide dilepaskan II yang secara morfologik serupa dengan makrofag dalam jumlah yang cukup banyak.
Meningkatnya tingkat beberapa immunoglobulin pada pulpa yang terinflamasi memperlihatkan bahwa faktor-faktor ini berpartisipasi dalam mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan tersebut. Selain itu, keberadaan sel imunokompeten seperti limfosit T, makrofag, dan sel pengekspresi molekul kelas II yang tampak sebagai sel dendritik pada  pulpa yang terinflamasi mengindikasikan bahwa reaksi hipersensitivitas tertunda dapat juga terjadi dalam jaringan ini. Selain mekanisme protektifnya,  reaksi imunologik pada pulpa dapat pula mengakibatkan pembentukan  titik-titik nekrotik kecil dan akhirnya menjadi nekrosis pulpa total. Respon imun  di dalam pulpa dan jaringan periapikal terhadap antigen di karies gigi.  Antigen kuman berdifusi ke dalam pulpa yang dibantu oleh tekanan  kunyah dan membangkitkan respon imun di dalam pulpa. Bila hal ini tidak diatasi, antigen kuman dan  produk degenerasi kuman akan membangkitkan respons imun di daerah pulpa gigi dengan akibat kematian pulpa. Pada saat mengunyah, daerah periapikal akan tertekan dan teriritasi. Bersama antigen kuman, antigen jaringan, baik pulpa maupun periapikal masuk ke kelenjar limfatik atau  pembuluh darah dan membangkitkan respon imun di nodus limfatik dan pembuluh darah.
2.    Macam-Macam Penyakit Pulpa
a.       Pulpitis
a.       Pulpitis Reversibel
Pulpitis reversibel adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dilenyapkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian  besar prosedur operatif, kuretase periodontium yang dalam,dan fraktur email yang  menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor-faktor yang dapat mengakibatkan  pulpitis reversibel. Odontoblas pada pulpitis reversibel masih dapat menghasilkan mekanisme pembentukan dentin yang baru sehingga terjadi proses penyembuhan.
·         Gejala 
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik (tanpa gejala). Akan tetapi, jika muncul, gejala biasanya berbentuk pola yang khusus.  Aplikasi stimulus seperti cairan dingin atau panas atau bahkan  udara, dapat menyebabkan sakit sementara yang tajam. Jika  stimulus ini, yang secara normal tidak menimbulkan nyeri atau ketidaknyamanan, dihilangkan, nyeri akan segera reda.  Stimulus panas atau dingin yang berbeda pada pulpa normal. 
Ketika panas diaplikasikan pada gigi dengan  pulpa yang  tidak terinflamasi, respons awal yang langsung terjadi (tertunda); intensitas nyeri akan meningkat bersamaan dengan naiknya  tempertur. Sebaliknya, respons nyeri terhadap dingin pada pulpa normal akan segera terasa; intensitas nyerinya cenderung menurun jika stimulus dingin dipertahankan. Berdasarkan  pada observasi ini, respons dari pulpa sehat maupun yang terinflamasi tampaknya sebagian besar disebabkan oleh perubahan dalam tekanan interpulpa. Karena invasi bakteri telah mencapai pulpa pada pulpitis irreversibel, odontoblas sudah tidak dapat menghasilkan mekanisme pembentukan dentin yang  baru sehingga terjadi proses penyembuhan.
b.         Pulpitis Ireversibel
Pulpitis ireversibel merupakan akibat atau perkembangan dari pulpitis reversibel karena kerusakan pulpa yang parah akibat  pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma atau  penggerakan gigi dalam perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitis ireversibel. Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih  walaupun penyebabnya dihilangkan. Lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis.  Berdasarkan penelitian pada kelompok pulpitis ireversibel menunjukkan  bahwa ketahanan mukosanya rendah, adanya
ketahanan jaringan pulpa yang tinggi terhadap mikroorganisme. Reaksi imunitas yang tinggi dari pulpitis ireversibel seharusnya diikuti dengan terjadinya kesembuhan, namun kenyataan pulpitis ireversibel tidak dapat sembuh kembali, bahkan dikatakan bahwa pulpitis
 ireversibel sering kali mudah berkembang menjadi nekrosis.
 Hal ini terjadi karena jaringan pulpa yang berada di dalam ruang pulpa yang sempit, dan menerima sirkulasi darah hanya melalui pembuluh darah yang masuk ke dalam jaringan pulpa melalui foramen apikal yang sempit pula, sehingga pulpitis ireversibel mudah berkembang menjadi nekrosis  pulpa. Perawatan yang tepat untuk gigi dengan diagnosis pulpitis ireversibel adalah pulpektomi yaitu
perawatan endodontik dengan membuang jaringan pulpa yang telah mengalami proses radang tersebut.
·           Gejala
    Pulpitis ireversibel biasanya asimtomatik atau pasien hanya mengelukan gejala yang ringan. Akan tetapi, pulpitis ireversibel dapat juga diasosiasikan dengan nyeri spontan (tanpa stimulasi eksternal) yang intermiten atau terus menerus. Nyeri pulpitis ireversibel dapat tajam, tumpul, setempat atau difus (menyebar) dan bisa berlangsung hanya beberapa menit atau  berjam-jam. Menentukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan dengan nyeri periradikuler dan menjadi lebih sulit ketika nyerinya semakin intens. Aplikasi stimulus eksternal seperti dingin atau panas dapat mengakibatkan nyeri  berkepanjangan.
c.         Pulpitis Hiperplastik Kronis (Pulpa Polip)
1.    . Defenisi
 Pulpitis Hiperplastik Kronis (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis ireversibel akibat bertumbuhnya pulpa muda yang terinflamasi secara kronik hingga ke permukaan oklusal. Biasanya ditemukan pada mahkota yang karies pada pasien muda polip pulpa ini biasanya diasosiasikan dengan kayanya pulpamuda akan pembuluh darah, memadainya tempat terbuka untuk drainase, dan adanya proliferasi jaringan. Pada pemeriksaan histologi terlihat adanya epitel  permukaan dan jaringan ikat di bawahnya yang terinflamasi. Sel-sel epitel oral tertanam dan bertumbuh menutupi permukaan dan membentuk tutup epitel. Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan  jaringan ikat seperti kol yang berwarna kemerah-merahan mengisi kavita karies di permukaan oklusal yang besar.
Hal ini kadang-kadang diasosiasikan dengan tanda-tanda klinis pulpitis ireversibel seperti nyeri spontan serta nyeri yang menetap terhadap stimulus panas dan dingin. Ambang rangsang terhadap stimulasi panas dan dingin. Ambang rangsang terhadap stimulasi elektrik adalah sama dengan pulpa normal. Perawatannya adalah pulpotomi, perawatan saluran akar, atau ekstraksi.
2.        Histopatologi
Secara histopatologis, permukaan polip pulpa ditutup epithelium skuamasi yang bertingkat-tingkat. Polip pulpa gigi sulung lebih mungkin tertutup oleh epithelium skuamasi yang bertingkat-tingkat/berstrata daripada polip pulpa gigi permanen. Epithelium
semacam itu dapat berasal dari gingival atau dari selepithelial mukosa atau lidah yang baru saja mengalami deskuamasi. Jaringan didalam kamar pulpa sering berubah menjadi granulasi, yang menonjol  dari pulpa masuk ke dalam lesi karies. Jaringan granulasi adalah jaringan penghubung vaskuler, muda dan berisi neutrofil PMF, limfosit, dan sel-sel plasma. Jaringan pulpa mengalami inflamasi  kronis. Serabut saraf  dapat ditemukan pada lapisan epithelial
3.       Etiologi
1.    Terbukanya pulpa  karena karies yang lambat dan progresif
 merupakan penyebabnya.
2.    Untuk pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu
 kavitas besar yang terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang kronis.
3.    Iritasi mekanis yang disebabkan karena pengunyahan
dan infeksi bacterial sering mengadakan stimulus.
4.      Gejala
Pulpitis hiperplastik kronis tidak mempunyai gejala, kecuali selama mastikasi, bila tekanan bolus makanan menyebabkan rasa tidak menyenangkan.
5.      Faktor Penyebab
Penyebab terjadi karena suatu inflamasi pulpa produktif  yang disebabkan oleh suatu pembukaan karies yang besar pada pulpa muda. Pada  pemeriksaan  klinis terlihat adanya pertumbuhan  jaringan granulasi dalam kavitas yang besar. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan jaringan granulasi, kadang-kadang  tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama.
Terbukanya  pulpa karena karies yang lambat dan progresif  merupakan penyebanya. Untuk pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan  suatu  kavitas  besar yang terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang kronis misalnya tekanan dari pengunyahan. Pada pulpitis hiperplastik kronis tidak mempunyai gejala, kecuali selama mastikasi bila tekanan  bolus  makanan menyebabkan rasa yang tidak menyenangkan.
Pada polip ini dapat ditemukan melalui  pemeriksaan klinik tetapi perlu dipastikan melalui  pemeriksaan  radiologi  untuk melihat tangkai dari polip, berasal dari  ruang pulpa,perforasi bifurkasi atau  gingiva. Warna pulpa polip agak kemerahan mudah berdarah
dan sensitif bila disentuh. Sedangkan warna   gingival  polip lebih pucat dan biasanya timbul  pada  karies besar yang mengenai proksimal (kavitas kelas II). Polip berasal dari perforasi bifurkasi terdiri dari jaringan ikat, biasanya giginya sudah mati, kalau pada pulpa polip giginya masih hidup (vital).
6.       Diagnosis
Gangguan ini umumnya  hanya  terlihat  pada gigi anak-anak dan orang muda. Penampilan  jaringan  polipoid secara klinis adalah khas :
1.    suatu massa pulpa yang kemerah-merahan dan seperti daging
mengisi sebagian besar kamar pulpa atau  kavitas atau bahkan
meluas melewati perbatasan gigi.
2.    Jaringan polipoid kurang sensitif daripada jaringan normal dari
pada jaringan pulpa normal dan lebih sensitif daripada jaringan
gingival.
3.    Pemotongan jaringan ini tidak menyebabkan rasa sakit.
4.    Jaringan  ini  mudah  berdarah  karena suatu  anyaman  pembuluh darah yang subur.
5.    Jika  jaringan  pulpa hiperplastik meluas melewati kavitas atau gigi, maka akan  terlihat seolah-olah  jaringan  gusi  tumbuh di dalam
kavitas.
6.    Tidak begitu sukar untuk mendiagnosi pulpitis hiperplastik kronis dengan  hanya  pemeriksaan  klinis. Jaringan  pulpa  hiperplastik
di dalam  kamar  pulpa atau kavitas gigi adalah khas dalam penampilannya. Radiografi umumnya menunjukkan suatu  kavitas
besar yang  terbuka  dengan  pembukaan kamar pulpa. Gigi
bereaksi  lemah atau  sama sekali tidak terhadap tes termal, kecuali
jika digunakan dingin  yang  ekstriem,  seperti etil klorida. Diperlukan lebih banyak arus dari pada gigi normal untuk mendapatkan suatu
reaksi dengan menggunakan tester pulpa listrik.
7.      Penatalaksanaan  pulpitis  kronis hiperplastika
Penatalaksanaan  polip pulpa adalah dengan cara melakukan perawatan  saluran  akar  seperti  halnya  pada diagnosis pulpitis, hanya saja didahului dengan pengangkatan  jaringan  polip. Pengangkatan jaringan polip dilakukan dengan cara:
1.    Anastesi  jaringan  polip
2.    Oleskan  larutan  povidone iodine diatas permukaan  poli
3.    Angkat polip menggunakan eskavator yg tajam mulai dari tepi
polip hingga seluruh polip terangkat seluruhnya (pada saat polip terangkat akan terjadi  perdarahan dari dalam saluran akar)
4.    Irigasi  saluran  akar  dengan  larutan  NaOCl 2,5% untuk membersihkan  sisa-sisa  jaringan  polip serta jaringan darah
5.    Segera lakukan ekstirpasi (pembersihan jaringan pulpa) dengan menggunakan  panjang  kerja estimasi terlebih dahulu
6.    Ketika perdarahan sudah dapat terkontrol, lanjutkan dengan pemeriksaan  panjang  kerja  sebenarnya, kemudian  tahapan  sama dengan  perawatan  pulpitis
   B.     Gambaran Klinis

     1.      Deskripsi  kasus
Pasien datang dengan  keluhan gigi belakang kiri bawah (46) berlubang besar, pernah sakit kurang lebih 1 tahun yang lalu, bila makan tidak terasa sakit dan minum yang dingin atau panas tidak terasa ngilu, pasien bertujuan ingin mencabut gigi tersebut.
Sondasi                : (-)
Perkusi                 : (-)
Palpasi                 : (-)
CE                       : (-)  
 Pada saat dilakukan pemeriksaan secaramenyeluruh terlihat pulpitis hiperplastika (pulpa polip) di gigi 46, pada kasus ini berdasarkan  pemeriksaan subjektif, dan objektif menunjukkan bahwa adanya karies hingga kedalaman  pulpa, dan terdapat lesi bifurkasiodan granuloma periapikal.  Karies terjadi karena 4 faktor utama yakni  anatomi gigi, substrat makanan, bakteri, dan waktu. Adanya keterlibatan bakteri dalam  proses karies yang telah mencapai bagian pulpa tersebut memberikan kontribusi dalam menstimulasi respon pulpa berupa inflamasi pulpa salah satunya pulpa polip dengan penampakan klinisnya antara lain terbentuk  jaringan  granulasi  dan  rupturnya  jaringan epitel  serta vasodilatasi pembuluh darah.
struktur anatomis gigi yang sudah tidak utuh (mahkota klinisnya) menyebabkan  beban oklusi yang diterima tidak dapat didistribusikan secara merata  ke  jaringan  periodontal  sehingga  terdapat  bagian  yang  menerima beban  yang  berlebih  seperti  pada bagian bifurkasio dan apical akar gigi sehingga timbulah lesi periapikal. Granuloma itu sendiri merupakan suatu pertumbuhan jaringan granulomatous yang bersambung dengan ligamen periodontal  disebabkan oleh  infeksi pulpa dan difusi produk toksin bakteri dari saluran  akar  ke dalam jaringan periradikuler  secara kronis (Grossman, 1995).
2.    Perilaku pasien terhadap kasus
Pada awalnya pasien tidak terlalu memperdulikan kebersihan dan kesehatan gigi dan mulutnya, tidak pernah memeriksakan giginya kedokter gigi, dan terkadang lupa untuk menggosok giginya sehingga ia rentan terkena karies. Jika sudah terkena karies maka menyebabkan penyakit pulpa bisa sampai tahap pulpitis. Jika dibiarkan terus akan mengakibatkan Gangren Pulpa dimana gigi sudah tidak vital lagi, jika sudah terjadi maka sangat rentan dengan pulpitis hiperplastik atau biasa disebut pulpa polip.
3.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan polip pulpa adalah dengan cara melakukan perawatan saluran  akar seperti  halnya  pada diagnosis  pulpitis,  hanya saja didahului dengan pengangkatan  jaringan  polip. Pengangkatanjaringan  polip dilakukan dengan cara:
a.    Premedikasi
     R/ Amoxicillin tab mg 500 No. IX  S.3.dd tab I pc
b.    Rontgen periapikal gigi
c.    Ekstraksi gigi dengan anastesi Blok Mandibula, injeksi infiltasi dan injeksi intraligamen (2 ampul pehacain), dengan cara :
·      Anastesi jaringan polip
·      Oleskan  larutan  povidone iodine diatas  permukaan polip
·   Angkat polip menggunakan eskavator  yang  tajam mulai dari  tepi  polip hingga seluruh polip terangkat seluruhnya (pada saat polip terangkat akan terjadi  perdarahan  dari dalam saluran akar)
·    Irigasi  saluran  akar  dengan  larutan NaOCl 2,5% untuk  membersihkan sisa-sisa  jaringan polip serta jaringan darah
·     Segera lakukan ekstirpasi (pembersihan jaringan pulpa) dengan menggunakan  panjang kerja estimasi terlebih dahulu
·    Ketika  perdarahan  sudah  dapat  terkontrol, lanjutkan  dengan  pemeriksaan panjang  kerja sebenarnya,kemudian tahapan sama dengan perawatan pulpitis
Ø Resep obat post ekstraksi gigi
·      Amoxicillin tab mg 500 No. X S.3.dd tab I pc
·      Cataflam tab I mg 50 No. X S.2.dd tab I pc
·      Asam traneksamat tab mg 500 No. IX S.3.dd tab I pc
d.   Dep bleeding post ekstraksi dengan spongostan.
e.    Observasi
f.     Kontrol
Pertimbangan dilakukan ekstraksi pada kasus ini adalah kondisi klinis dari mahkota yang sudah tipis dan rapuh, pada bagian akar terdapat lesi bifurkasio dan lesi periapikal, apikal pada bagian akar distal tampak terjadi resorpsi interna sehingga jika dilakukan perawatan konservatif maka prognosisnya kurang baik. Dilihat dari segi fungsional maka gigi tersebut merupakan kunci oklusi dan merupakan gigi dengan fungsi mastikasi yang menerima beban pengunyahan yang besar, oleh karena itu gigi dengan kondisi yang seperti ini tidak akan cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan yang diberikan dan jika dipaksa untuk tetap berfungsi, maka kemungkinan untuk terjadinya inflamasi periapikal yang lebih lanjut. Memang pada kenyataannya, ada beberapa alternatif perawatan untuk pulpa polip antara lain pulpotomi parsial, eksisi jaringan pulpa polip dilanjutkan dengan perawatan saluran akar. Namun pilihan perawatan ini diindikasikan untuk kasus gigi yang dengan struktur anatomis masih dalam keadaan yang baik.
Penatalaksanaan pulpa polip pada gigi anak dengan gigi dewasa sama, namun pada gigi anak lebih diperhatikan untuk usia pergantian dengan gigi permanen. Jika memang gigi decidui akarnya telah mengalami resorpsi dan jarak dengan gigi permanen, maka lebih baik dilakukan ekstraksi dibandingkan dengan perawatan saluran akar.

DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya. 2011. Diakses 28 September 2012, dari http://id.scribd.com/doc/58524335/8/Farmakokinetik-dan-Dinamik-Amoksisilin.
Faryabi dan Adhami. 2007. Unusual Presentation of Chronic Hyperplastic Pulpitis: A case report. Iran : University of Medical Sciences and Health Services.
Grossman, dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC, hal: 96.
Grossman, Louis I. 1995.  Ilmu Endodontik dalam Praktek. EDISI kesebelas. EGC. Jakarta Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Nav Dent School J; 2009: 27(9): 15-8.
Grosmann Lous I, et al. 2008. ILMU ENDODONTIK DALAM PRAKTEK. Edisi Grossman LI. 2008. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger. Walton and Torabinajed. 2009. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2. JakarTA : EGC
Kidd, E.A.M., & Joyson Bechal, S. 1992. Dasar- Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC, hal: 4, 66–96.
Roeslan, Boedi Utomo. 2002. Imunologi Oral. Jakarta: FK UI
Widodo, Trijoedani. 2004. Respons imun humoral pada pulpitis. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38: 49-51
Widodo, Trijoedani, 2005, Respons Imun Humoral pada Pulpitis, Majalah Kedokteran Gigi, Vol. 38. No. 2: 49–51 Walton, R.E. dan Torabinejad, M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta: EG
  

O'CLOCK

Popular Posts